Pengelolaan anggaran negara sejak di tempat tahap perencanaan kemudian selanjutnya dalam tahap pelaksanaan layak dicermati. Karena anggaran yang digunakan berorientasi untuk peningkatan kesejahteraan warga akan menjadi output utama belanja negara.
Semakin detail serta sesuai antara pelaksanaan anggaran lalu perencanaannya, semakin menunjukkan bahwa anggaran yang disebutkan telah dilakukan dirancang dengan sangat baik. Sebaliknya jikalau ketidaksesuaian antara penyelenggaraan anggaran dan juga perencanaannya tinggi, maka porsi perencanaan perlu mendapat perhatian.
Walaupun dapat jadi pada perjalanan pelaksanaan anggaran, memerlukan adjustment yang mana sangat berbeda. Misalnya pada waktu terjadinya pandemi wabah Covid-19 yang dimaksud lalu, yang membutuhkan penyesuaian anggaran sangat segera, teristimewa pada sektor kondisi tubuh dan juga ketahanan pangan masyarakat.
Untuk memudahkan proses monitoring lalu keberlanjutan data antara perencanaan, kemudian pelaksanaan anggaran, bahkan sampai dengan pertanggungjawabannya, satuan kerja kementerian negara/lembaga selama ini menggunakan beberapa perangkat lunak keuangan.
Aplikasi stand alone, terpisah, tak terintegrasi, juga mempunyai database masing-masing di area tingkat satuan kerja (satker) bahkan sampai tingkat kementerian negara/lembaga (K/L). Dengan kondisi tersebut, maka pengelolaan administrasi anggaran menjadi tidak ada efektif juga kerap ada miss.
Menjawab hal tersebut, Menteri Keuangan pada 27 Januari 2023, secara resmi meluncurkan Sistem Aplikasi komputer Keuangan Taraf Instansi (SAKTI). Konsepnya adalah mengintegrasikan berbagai program yang tersebut selama ini digunakan di pengelolaan keuangan lalu anggaran negara, termasuk mengintegrasikan database-nya (menjadi single database).
Dengan demikian, berbagai fungsi pengelolaan keuangan serta anggaran negara, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan pertanggungjawaban, yang mana dimulai dari tingkat satker, koordinator satker tingkat provinsi, tingkat eselon I, kemudian sampai dengan K/L, dapat dilaksanakan di satu sistem.
Sesuai dengan penjelasan yang digunakan tercantum pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, sejalan dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, menteri keuangan adalah pembantu presiden di area bidang keuangan, kemudian disebut chief financial officer (CFO) pemerintah (kewenangan komptabel (komptabel beheer)).
Sementara setiap menteri/pimpinan K/L adalah chief operational officer (COO) untuk bidang tertentu pemerintahan (kewenangan administratif (administratief beheer)). Maka, sesuai dengan prinsip tersebut, wewenang serta tanggung jawab Kementerian Keuangan adalah pengelolaan aset lalu kewajiban negara secara nasional, sementara K/L hanya sekali sesuai dengan tugas juga fungsi masing-masing K/L. Konsekuensinya tercermin di pelaksanaan anggaran.
Kewenangan dalam K/L yang digunakan sifatnya administratief beheer itu meliputi melakukan perikatan atau tindakan-tindakan yang mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran negara, melakukan pengujian dan juga pembebanan tagihan yang digunakan diajukan untuk K/L sehubungan dengan realisasi perikatan tersebut, lalu memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan negara yang tersebut timbul sebagai akibat pelaksanaan anggaran.
Untuk hal ini, pada rangka mengupayakan kemandirian tugas pada masing-masing K/L, perangkat lunak SAKTI menyajikan infrastruktur monitoring SAKTI (MONSAKTI) secara real–time yang digunakan salah satunya berisi to–do–list bagi satker serta K/L pengelola anggaran. Fitur to–do–list ini berada dalam beranda MONSAKTI, yang tersebut berfungsi sebagai informasi, pemberitahuan, juga sekaligus peringatan, lantaran terdapat proses anggaran yang harus diselesaikan segera.
Ini adalah hal baru di manajemen time system yang digunakan secara real–time akan sangat menghemat waktu alur penyelesaian pekerjaan. Juga dengan cepat dapat mengetahui person in charge (PIC) titik permasalahan dikarenakan memetakan to–do–list dari seluruh modul SAKTI (9 modul), yang digunakan diakses oleh user masing-masing modul.
Dengan dukungan program tersebut, tentu diharapkan proses pelaksanaan anggaran akan mendapat feed–back pada kesempatan pertama, sehingga pada hal terjadi sesuatu yang tidaklah sesuai, akan segera diketahui serta ditindaklanjuti.
Namun demikian, sebelum melaksanakan anggaran, ada langkah pertama yang tersebut perlu dilaksanakan oleh para pengelola anggaran pada hal perencanaan. Yaitu meningkatkan kualitas penyusunan kegiatan juga anggaran, baik dalam tingkat satker maupun K/L.
Caranya adalah dengan melakukan konfirmasi pelaksana kegiatan menyusun jadwal rencana penyelenggaraan sekaligus rencana pembayarannya, terintegrasi, yang digunakan akan dicantumkan pada halaman III DIPA (rencana evakuasi dana). Setelah rencana yang dimaksud disusun, maka disiplin anggaran pada melaksanakan halaman III DIPA mutlak dilakukan.
Diharapkan pelaksanaannya sesuai dengan rencana. Jikapun ada deviasi, diharapkan maksimal tidaklah lebih tinggi dari 5 (lima) persen. Jika di perjalanannya terdapat ketidaksesuaian, ada mekanisme revisi anggaran, agar penyelenggaraan masih sanggup disesuaikan dengan rencana.
Langkah selanjutnya adalah penyelenggaraan anggaran. Menjadikan Halaman III DIPA yang dimaksud sebagai alat kendali bagi Kuasa Penggunawan Anggaran (KPA) pada pencapaian kinerja, output, serta sasaran program/kegiatan satker.
Langkah ketiga adalah mengoptimalkan penyerapan anggaran secara proporsional setiap bulan berdasarkan rencana kegiatan kemudian rencana evakuasi dana (Halaman III DIPA) yang telah dilakukan disusun. Begitu pula segera menyelesaikan tagihan kemudian tiada menunda proses pembayaran untuk pekerjaan yang telah terjadi selesai termin dan/atau kegiatan sesuai dengan batas waktu penyelesaian tagihan untuk menghindari penumpukan tagihan pada akhir tahun anggaran.
Langkah keempat adalah mengupayakan pengadaan barang juga jasa (PBJ) dilaksanakan sebelum tahun anggaran berjalan, sehingga kontrak dapat ditandatangani kemudian pekerjaan dapat dilaksanakan di tempat awal tahun anggaran.
Penting pula untuk menjamin bahwa PBJ yang mana sifatnya sekaligus dan juga nilainya sampai dengan Rp200 jt (dua ratus jt rupiah) dapat diselesaikan di tempat triwulan I tahun anggaran bersangkutan.
Langkah kelima adalah melakukan koordinasi dengan eselon I K/L masing-masing agar segera menetapkan pedoman umum serta petunjuk teknis kegiatan pada awal tahun anggaran. Jangan sampai pedoman umum ini belum selesai padahal telah dilakukan masuk pada triwulan II atau lewat semester I.
Hal keenam ini cukup penting akibat ada beberapa hal, antara lain membatasi belanja operasional yang dimaksud urgensinya rendah, seperti perjalanan dinas, konsinyering, serta penghargaan tim. Juga melakukan efisiensi kemudian efektivitas kegiatan dan juga tidaklah hanya sekali merealisasikan anggaran. Termasuk meyakinkan kegiatan pendukung tidak ada tambahan besar dari kegiatan utamanya.
Dan dalam era digitalisasi ini yang tersebut menjadi prioritas adalah mengutamakan digitalisasi pembayaran untuk meningkatkan akuntabilitas pembayaran, termasuk mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi di pelaksanaan kegiatan.
Langkah ketujuh adalah menjadikan nilai Indikator Kemampuan Pelaksanaan Anggaran (IKPA) sebagai bagian dari proses reviu lalu evaluasi kinerja unit. Termasuk menjadikan APIP sebagai mitra kerja dari unit kerja di mengawal pelaksanaan kegiatan.
Selain langkah-langkah strategis yang dimaksud di tempat atas, perlu dilaksanakan langkah-langkah taktis, yaitu meningkatkan efisiensi serta efektifitas kegiatan, mendahulukan hal yang dimaksud prioritas, transparansi, serta menegaskan akuntabilitasnya. Contoh tentang pelaksanaan efisiensi dan juga efektifitas adalah melakukan reviu melawan belanja yang tersebut telah dilakukan diadakan berulang.
Juga meningkatkan kolaborasi antarunit, bahkan lintas K/L, melawan kegiatan yang digunakan ternyata beririsan dengan tugas lalu fungsi (tusi) unit atau K/L lain. Misalnya juga dengan melakukan sinkronisasi alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dengan dana di dalam K/L, baik di tempat pusat maupun di tempat daerah, sehingga dana Transfer Ke Daerah (TKD) tiada overlapping dengan dana satker yang mana bersumber dari dana APBN.
Begitu pula melakukan sinergi di mencapai output yang digunakan sejenis. Sebagai contoh misalnya stunting, yang mana bisa saja disinergikan lintas K/L, yaitu antara lain BKKBN, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Pertanian, Kementerian Desa, Kementerian Kelautan juga Perikanan, Kementerian Agama, Kementerian PPPA, Kementerian PPN/Bappenas, Badan Pengawasan Jalan keluar lalu Makanan (BPOM), Badan Kependudukan dan juga Keluarga Berencana (BKKBN), eksekutif Provinsi lalu Daerah, dan juga seluruh lapisan masyarakat.
Dengan sinergi, diharapkan ada penajaman inisiatif lalu kegiatan, mengempiskan kegiatan yang dimaksud overlapping, pendanaan operasional yang dimaksud tidak ada perlu dan juga sejenis di area masing-masing unit, dan juga partisipasi terlibat publik sebagai subyek pembangunan.
Transparansi ini juga penting agar partisipasi rakyat terhadap pengaplikasian anggaran makin meningkat sehingga akan ada feed–back positif dari warga untuk para pengelola anggaran. Misalnya banner yang tersebut menunjukkan alokasi lalu hasil perkembangan pada desa-desa penerima Dana Desa.
Ini juga bagian dari akuntabilitas keuangan negara yang tersebut dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat. Dengan transparansi ini juga diharapkan terjadinya perbandingan positif kemudian pertukaran data kegiatan acara pada suatu tempat dengan wilayah lain sehingga spending betul-betul dijalankan untuk memberikan output yang makin lama makin baik.
Dengan langkah-langkah yang disebutkan di area atas, semoga pengelolaan anggaran yang tersebut tercantum pada DIPA tahun 2024 dapat dilaksanakan sebaik mungkin saja dengan prinsip spending better, belanja negara yang tersebut semakin baik.
Sumber: CNBC
GIPHY App Key not set. Please check settings