in

Pengadaan Sistem Senjata di area Tengah Pemilihan Presiden 2024

Pengadaan Sistem Senjata dalam area Tengah Pemilihan Presiden 2024

Sampai dengan April 2023, Menteri Keuangan sudah menyetujui Penetapan Sumber Biaya (PSP) sekitar US$25 miliar untuk Kementerian Perlindungan yang dialokasikan untuk pengadaan sistem senjata dari luar negeri. Setelah bulan tersebut, orang nomor satu di tempat Lapangan Banteng itu belum pernah lagi menerbitkan PSP bagi Kementerian Pertahanan.

Mengacu pada alokasi Pinjaman Luar Negeri (PLN) yang tercantum di Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah (DRPLN-JM) 2020-2024 yang dikeluarkan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian Perlindungan menerima alokasi PLN sebesar US$34,4 miliar. Angka yang dimaksud tercatat sebagai alokasi terbesar bagi belanja pertahanan sejak kejatuhan rezim Orde Baru.

Dari sekitar US$25 miliar PSP yang dimaksud sudah diterbitkan oleh Menteri Keuangan, menurut kalkulasi kasar kurang dari US$13 miliar yang mana sudah diterjemahkan menjadi kontrak pengadaan oleh Kementerian Pertahanan. Berdasarkan perhitungan kasar, kontrak yang sudah diaktivasi (enter into force) nilainya lebih besar kecil lagi, yaitu diprediksi sekitar US$7 miliar.

Terdapat pula beberapa kegiatan pengadaan yang tersebut telah menerima PSP nampaknya sulit untuk dieksekusi menjadi kontrak efektif sebab faktor pembiayaan yang mana berada dalam luar kendali Kementerian Keuangan. Misalnya kapasitas pihak partikelir yang tersebut terlibat pada kontrak pembelian senjata untuk menjalankan acara yang telah terjadi disepakati, begitu pula dengan kesediaan calon lender untuk memberikan pinjaman terhadap Indonesia.

Saat ini Indonesia sudah ada memasuki masa pemilihan umum 2024 dalam mana Menteri Perlindungan Prabowo Subianto maju sebagai salah satu kandidat presiden. Menurut perkiraan berbagai pihak, Indonesia baru akan mengakhiri proses pilpres pada Juni 2024 sebab diprediksi tidaklah ada calon presiden yang dimaksud akan meraih kemenangan pemilihan hanya saja dengan satu putaran.

Secara segera atau tiada langsung, pilpres 2024 memberikan dampak pada proses pengadaan sistem senjata pada Kementerian Pertahanan. Selain proses pemilu, acara perolehan oleh Kementerian Defense dipengaruhi pula oleh aspek pembiayaan yang mana akan dijelaskan tambahan lanjut pada tulisan ini.

Proses penandatanganan beberapa jumlah kontrak pengadaan sistem senjata pada saat ini menantikan persetujuan Menteri Pertahanan. Apabila hingga akhir tahun ini terdapat penandatanganan kontrak pembelian oleh Kementerian Pertahanan, diperkirakan kontrak yang disebutkan baru akan efektif paling cepat setahun dari sekarang.

Sebab kontrak demikian baru dapat diaktivitasi apabila didukung oleh ketersediaan dana Rupiah Murni Pendamping (RMP) pada APBN 2024. Detail lebih tinggi lanjut tentang RMP akan dibahas pada bagian lain dari artikel ini.

Tantangan lain terkait penandatanganan kontrak pembelian sistem senjata adalah proses yang disebutkan berlomba dengan waktu. Sebab antara 31 Desember 2023 hingga 31 Maret 2024 terdapat nilai PSP sebesar US$12,9 miliar yang tersebut akan kedaluwarsa. Angka demikian mencakup 71 kegiatan pembelian yang dimaksud apabila PSP-nya bukan diperpanjang maka rencana belanja tiada dapat dilaksanakan.

Oleh oleh sebab itu itu, menjadi pekerjaan rumah bagi Kementerian Keamanan untuk meyakinkan Menteri Keuangan agar bersedia menambah masa berlaku masa berlaku empat PSP yang digunakan diterbitkan antara bulan Desember 2022 sampai April 2023.

Karena terkait dengan hiruk pikuk pemilihan umum 2024, diduga bahwa Menteri Keuangan masih menunda penerbitan PSP berikutnya. Sebelumnya, Kementerian Perlindungan telah dilakukan mengajukan permohonan penerbitan PSP berdasarkan Daftar Rencana Keutamaan Pinjaman Luar Negeri (DRPPLN) 2023 kemudian Daftar Kegiatan Khusus (DKK) 2023 untuk Kementerian Keamanan dengan nilai yang dimaksud cukup besar.

Di antara usulan kegiatan belanja yang tersebut tercantum di DKK 2023 adalah pengambilalihan F-15EX dengan nilai kegiatan US$1,6 miliar. Apabila benar bahwa dugaan penundaan penerbitan PSP sebab terkait pemilihan umum 2024, boleh jadi hal demikian merupakan bentuk kehatian-hatian Kementerian Keuangan pada menjalankan keuangan negara dalam berada dalam kompetisi urusan politik yang mana sangat tajam di lima tahun terakhir.

Jalan terjal selanjutnya pada pembelian sistem senjata oleh Kementerian Perlindungan hingga tahun depan adalah alokasi dana RMP. Mengacu pada APBN 2023 untuk Kementerian Pertahanan, nilai RMP yang tersebut dialokasikan kurang dari Rupiah 700 miliar. Angka yang disebutkan tak berbanding lurus dengan jumlah total PSP yang sudah pernah diterbitkan pada 2022, bagaimanapun juga besaran RMP untuk tiap kegiatan pembelian pada saat ini cuma 7,5% dari total nilai kontrak.

Apabila mengacu pada DKK 2023 yang dimaksud sudah mengalami inovasi pagu, maka besaran RMP yang tersebut dibutuhkan pada tahun depan lebih besar 10 kali lipat daripada alokasi pada APBN 2023. Patut diduga bahwa alokasi RMP untuk Kementerian Keamanan pada APBN 2024 yang mana merupakan bagian dari pos belanja modal besarannya tidaklah jarak jauh berbeda dengan alokasi pada APBN 2023.

Sebagaimana diketahui, pos belanja modal yang mana mencakup 30% anggaran pertahanan termasuk untuk alokasi pembayaran utang pembelian senjata, operasi, pemeliharaan, dana RMP dan juga pengadaan sistem senjata yang digunakan dibiayai oleh Rupiah Murni.

Alokasi RMP juga menghadapi tantangan lain yaitu fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat dengan ambang batas nilai tukar yang aman adalah US$1 = Rp.15.500. Apabila Rupiah mengalami pelemahan terhadap Greenback, termasuk sebab The Fed meninggal suku bunga demi memerangi pemuaian di area Amerika Serikat, maka kegiatan pembelian yang mana dapat dicakup oleh RMP menjadi tambahan sedikit.

RMP dapat dicairkan oleh Kementerian Keuangan apabila loan agreement sudah ada disepakati dengan lender. Saat ini Kementerian Keamanan menghadapi tantangan besar terkait rencana pengambilalihan beberapa sistem senjata jika Turki akibat sulit menemukan calon lender yang digunakan mau membiayai kegiatan tersebut.

Penyebabnya sebab ekonomi Turki terus mengalami pemuaian tinggi, pada mana pada September 2023 telah lama mencapai 61,33% year on year. Secara bisnis, memberikan utang untuk Indonesia untuk berbelanja senjata ke Turki mempunyai risiko yang digunakan cukup tinggi, antara lain oleh sebab itu nilai tukar Lira terhadap Dollar Amerika Serikat maupun Euro yang tersebut sangat fluktuatif.

Dihadapkan pada perkembangan tersebut, Kementerian Defense harus realistis dengan apa yang dimaksud terjadi di dalam Lapangan Banteng. Apabila tetap saja ingin melaksanakan pengadaan sistem senjata sama dengan yang dibuat oleh Turki, masih terdapat negara-negara lain sebagai sumber alternatif pembelian. Sebab bagaimanapun juga, Kementerian Keuangan terus-menerus mencari PLN dengan pembiayaan yang ekonomis sehingga tidaklah membebani Indonesia di tempat masa mendatang.

Sumber: CNBC

Written by admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

GIPHY App Key not set. Please check settings

Kongres Iklim: Kesempatan, Jika Kita Bersungguh-Sungguh

Kongres Iklim: Kesempatan, Jika Kita Bersungguh-Sungguh

Rekening Penampungan Sebagai Solusi Pengganti Bank Garansi

Rekening Penampungan Sebagai Solusi Pengganti Bank Garansi