Anggaran Pendapatan dan juga Belanja Negara (APBN) juga Anggaran Pendapatan juga Belanja Daerah (APBD), yang di area dalamnya terdapat belanja negara, merupakan instrumen keuangan yang dimaksud digunakan oleh pemerintah untuk melakukan berbagai macam konstruksi juga kegiatan yang digunakan bertujuan untuk menyejahterakan rakyat.
Realisasi belanja negara di tempat wilayah Sulawesi Tenggara (Sultra) berturut-turut sejak tahun 2019 hingga tahun 2022 adalah Mata Uang Rupiah 27.044,9 miliar, Rp27.263,8 miliar, Rp27.487,5 miliar, kemudian Rp28.832,6 miliar. Dengan jumlah keseluruhan penduduk yang digunakan sekitar 2,7 jt jiwa, maka ini menjadi tantangan yang dimaksud besar bagi pemerintah pusat maupun wilayah dalam Sultra.
Karena apabila dihitung secara kotor saja, artinya negara mengalokasikan Rp10 jt per tahun untuk menyejahterakan setiap penduduk Sultra. Padahal, dari hasil survei biaya hidup kota Kendari belaka untuk tahun 2022 telah terjadi mencapai Rp10 jutaan per bulan.
Tentu semata cara pembagian belanja negara seperti diuraikan sebelumnya bukanlah cara pengalokasian yang digunakan benar. Diperlukan metode sedemikian rupa agar alokasi APBN yang dimaksud dapat bermanfaat sepenuhnya bagi warga Sultra.
Kesejahteraan rakyat ketika ini diukur dengan menggunakan Ukuran Pembangunan Orang (IPM). Angka IPM Sultra sejak tahun 2019 hingga tahun 2022 berturut-turut adalah 71,20, 71,45, 71,66, serta 72,23.
Dari kondisi nilai IPM tersebut, terlihat bahwa kesejahteraan warga Sultra semakin meningkat. Suatu kabar yang digunakan menggembirakan. Bahkan dapat diklaim bahwa belanja negara yang mana diadakan pemerintah pusat kemudian pemerintah tempat Sulawesi Tenggara memberikan dampak yang mana baik bagi warganya.
Tetapi kita perlu membandingkan pertumbuhan belanja negara dengan pertumbuhan IPM. Penulis mengambil data dari tahun 2020 hingga 2022. Perinciannya sebagai berikut:
2020
Pertumbuhan belanja negara 0,81%
Pertumbuhan IPM 0,35%
2021
Pertumbuhan belanja negara 0,82%
Pertumbuhan IPM 0,29%
2022
Pertumbuhan belanja negara 4,89%
Pertumbuhan IPM 0,8%
Dari data-data di tempat atas, terlihat kemungkinan ada prospek masalah, yaitu peningkatan peningkatan belanja negara tak diiringi dengan peningkatan pertumbuhan IPM yang digunakan setara.
Memang tidaklah mudah di meningkatkan IPM lantaran paling tak ada tiga faktor yang digunakan memengaruhinya, yaitu kesehatan, pengetahuan, serta hidup layak. Dengan mendasarkan pada ketiga dimensi tersebut, maka telah tentu diperlukan evaluasi kembali berhadapan dengan program-program kegiatan yang digunakan disusun pada anggaran belanja negara.
Perlu dipetakan kembali seberapa besar alokasi untuk belanja terkait kesehatan, pengetahuan, kemudian untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dan tentu belaka alokasi yang tersebut dibutuhkan adalah benar-benar alokasi untuk belanja yang tersebut berdampak segera bagi masyarakat.
Dan ini paling tiada sudah ada harus dipersiapkan pada awal tahun 2024 berdasarkan evaluasi melawan capaian realisasi belanja pada tahun 2022 kemudian 2023. Sebagai contoh, kegiatan pengecatan pagar puskesmas kemungkinan besar tidaklah akan menjadi penting bila ternyata yang digunakan dibutuhkan adalah ruang pelayanan yang digunakan sehat lalu memadai.
Untuk itu, alokasi pembangunan pagar puskemas sebaiknya dialihkan untuk ruang pelayanan. Dan contoh lainnya adalah alokasi anggaran sekolah digunakan untuk kesejahteraan guru honorer sehingga memotivasi merekan untuk mengajar sepenuh hati tanpa memikirkan mau makan apa keesokan harinya. Hal ini cuma sekadar contoh cuma kemudian tentunya evaluasi anggaran yang dimaksud komprehensif, cepat juga seksama sangat diperlukan.
Permasalahan berikut yang dimaksud muncul adalah pada pada waktu pelaksanaan anggaran. Dari data lima tahunan belanja negara pada Sultra, grafik belanja negara baik pemerintah pusat maupun daerah, umumnya terlihat tidaklah stabil serta terjadi pembengkakan realisasi belanja dalam akhir tahun.
Sebagaimana diketahui, belanja negara berbasis bahwa harus ada barang terlebih dahulu, baru tagihan dapat dibayarkan. Dengan pembengkakan belanja akhir tahun, penyediaan barang lalu jasa oleh pemerintah ini artinya juga tersedia di tempat akhir tahun. Tidak pada awal-awal tahun.
Padahal utilitas barang atau jasa rakyat yang digunakan disediakan pemerintah akan lebih lanjut bermanfaat bila tersedia pada awal waktu. Meneruskan contoh pada atas, ruang pelayanan puskesmas yang baik akan lebih besar bermanfaat bila dapat digunakan mulai pertengahan April daripada bila dimanfaatkan pada pertengahan November.
Dari titik itu dapat terlihat lantaran keterlambatan proses pengadaan barang dan juga jasa pemerintah, maka semakin sedikit waktu pelayanan yang tersebut bisa saja dinikmati oleh penduduk Sultra. Dan tentu saja, ini nanti akan memengaruhi pengukuran komponen kondisi tubuh pada IPM.
Dengan demikian, sebagai kesimpulan, agar peningkatan perkembangan belanja negara dalam Sultra disertai dengan pertumbuhan IPM yang dimaksud setara, paling tiada diperlukan dua hal utama, yaitu pengalokasian anggaran yang efektif, efisien serta tepat sasaran berbasis pada IPM, kemudian selanjutnya adalah barang-jasa umum harus mampu tersedia di tempat awal-awal tahun atau paling lambat di area akhir semester I.
Tentunya apabila kedua hal ini dilakukan, mampu cuma tiada belaka IPM yang dimaksud meningkat, tetapi indikator-indikator sektor ekonomi yang mana lain khususnya indikator yang dimaksud baik seperti PDRB juga dapat meningkat sementara indikator pemuaian atau lainnya dapat terkendali.
Sumber: CNBC
GIPHY App Key not set. Please check settings